Bila kita amati
perbincangan orang, kita temukan mereka menetapkan ukuran sukses bangsa/negara
itu bermacam-macam, sehingga mereka kadang menentukan suatu penilaian yang juga
beragam. Baik ukuran sukses bangsa/negara jangka panjang ataupun jangka pendek.
Kita bisa melihat bagaimana orang menetapkan ukuran kesuksesan pada suatu
kepemimpinannya. Ada yang menetapkan kunci penilaiannya pada sisi finansial
yang melimpah ruah, sejumlah asset yang tak terhitung lagi, banyaknya supporter
yang simpati dan memberikan dukungan. Atau keunggulan yang tidak dimiliki oleh
orang lain. Dengan penilaian nabgsa/negara itu mereka menetapkan fokus sasaran
aktivitasnya dan berupaya semaksimal mungkin untuk dapat meraihnya. Tatkala
mampu mencapainya dan menikmati kepuasan yang tidak terperi.
Ukuran kesuksesan
bangsa/negara ini hanya sebagai alat untuk mengukur keberhasilan melakukan
sesuatu. Agar apa yang akan dan sedang di lakukan dapat dievaluasi dengan
seksama dan terukur. Baik kegiatan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha perniagaan.
Sosok kepemimpinan baik
Negara, Propinsi, Kabupaten dan Kota, merupakan sosok manusia syukur yang
ditampilkan oleh Sang Pencipta, sebagaimana dalam Kitab Suci dengan sangat
mencolok adalah Nabi Sulaiman as. Nabi yang satu ini diberi kekuasaan
dan kekayaan oleh Sang Pencipta yang sangat besar. Kekuasaannya dapat
menundukkan manusia, binatang, jin bahkan angin. Kekuasaannya tiada terhitung
banyaknya.
Nabi Sulaiman berhasil
memindah singgasana itu dari Saba ke Palestina. Nanun Beliau tak menyombongkan
diri, misalnya mengatakan, “Kalau hanya pekerjaan begitu, anak buahku saja
yang melakukannya. Aku tidak perlu turun tangan.” Beliau justru berkata, “Ini
adalah karunia dari Tuhanku untuk menguji aku. Apakah aku dapat bersukur atau
kufur?” Lalu ia berkata lagi, seperti terkisah dalam Kitab Suci, “Dan
barang siapa yang bersukur maka sesungguhnya dia bersukur untuk kebaikan
dirinya sendiri. Dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha
Kaya lagi Maha Mulia.” (An-Naml: 40).
Bila dicermati dengan
nalar yang bijak pada setiap pemimpin Bangsa atau Negara siapa pun DIA menginginkan
Perdamaian dan Persatuan, itu semua tidak terlepas dari pijakan para Pemimpin yang
berjiwa bijaksana, sebagaimana Pondasi K-3
dalam gambaran Kunci # K-3 # menurut
Penulis; (Ke-Imanan, Ke-Amanan dan
Ke-Sejahteraan).
Tentunya ukuran
kesuksesan dalam pandangan takaran kadar PERSATUAN tidak seperti yang dimiliki
kebanyakan orang. Kesuksesan untuk kadar PERSATUAN dapat kita perhatikan:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”. (QS. An Nur: 55)
Tegaknya agama, dapat
mengatasi Hoaks, tidak ada lagi fitnah di muka bumi. Agama berdiri tegar tanpa
ada satu pun yang menentangnya. Keimanan melahirkan keadilan yang tegak
merupakan kebutuhan asasi bagi manusia karena Sang Pencipta, sudah memformat
agama ini bagi manusia. Kita tahu bahwa Keimanan memang jawaban dan solusi atas
problematika manusia.
Tegaknya keimanan dapat menghilangnya rasa takut karena telah tegaknya Keadilan, keadaan menjadi aman sentosa. Tidak ada kerawanan yang menakutkan. Sehingga setiap orang yang beriman tidak cemas dan khawatir akan mendapatkan gangguan, apa lagi gangguan dalam menjalankan keimana. Tegaknya keimanan, menghilangkan rasa curiga pada setiap pemeluk Agama dari aman tanpa rasa takut.
Ke-Amanan
Konsep pertama, yang akan
hilang pada setiap bangsa tak beragama adalah konsep persatuan pada keluarga
bangsa. Nilai-nilai yang menjaga keutuhan keluarga bangsa seperti kesetiaan,
kepatuhan, kasih-sayang dan rasa hormat akan ditinggalkan sama sekali. Dapat
diingat bahwa keluarga bangsa merupakan pondasi dari sistem kemasyarakatan.
Jika tata nilai keluarga bangsa runtuh, maka masyarakat pun akan runtuh. Bahkan
bangsa dan negara pun tidak akan ada lagi, karena seluruh nilai moral yang
menyokongnya telah musnah.
Konsep kedua, tak akan
ada lagi rasa hormat dan kasih-sayang terhadap orang lain. Ini mengakibatkan
anarki sosial. Yang kaya membenci yang miskin, yang miskin membenci yang kaya.
Angkara murka tumbuh pada mereka yang merasa dirintangi, hidup susah atau
miskin. Atau menimbulkan agresi terhadap bangsa lain. Karyawan bersikap agresif
kepada atasannya. Demikian pula atasan kepada bawahannya. Para bapak berpaling
dari anaknya, dan anak berpaling dari bapaknya. Sebab
dari pertumpahanan darah yang terus-menerus dan “berita-berita kriminalitas” di
surat kabar adalah ketiadaan agama. Setiap hari dapat kita baca tentang
orang-orang yang saling bunuh karena alasan yang sangat sepele.
Konsep ketiga, orang yang mengetahui bahwa mereka akan diminta
pertanggungjawaban di akhirat kelak, tidak akan melakukan pembunuhan. Mereka
tahu bahwa Sang Pencipta melarang manusia melakukan kejahatan. Mereka selalu
menghindari murka Sang Pencipta karena rasa takutnya kepadaNya.
Konsep keempat, penegakan keadilan yang berkeadilan pada tataran hukum yang berkeadilan, tajam pada kedua sisi belati, tanpa terkecuali siapapun DIA.
Ke-Sejahteraan
Apabila di cernati
nilai-nilai bijak manusia, dapat temukan dan meraih kesuksesan dari petunjuk
tersebut;
Ø Kepemimpinan
yang mengayomi seluruh kalangan untuk mendapatkan hak-haknya. Tidak ada rakyat
yang dipimpinnya yang terzhalimi. Kepemimpinan yang memberikan keteladanan,
keadilan, kenyamanan dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Pemimpin yang seperti
ini tidak akan dapat dilakukan kecuali oleh pemimpin yang beriman dan beramal
shalih. Bukan pemimpin yang dusta, zhalim, curang, penipu dan menyimpang.
Pemimpin tipe seperti itu hanya melahirkan kesengsaraan bagi rakyatnya. Rakyat
melaknat pemimpinnya dan pemimpin menyumpahi rakyatnya. Pemimpin yang baik
sebagaimana para pemimpin yang dapat menempatkan adil, amanah dan jujur.
Ø Kedudukan yang
eksis dan tidak memberikan peluang kecurangan, kedustaan atau penyimpangan.
Kedudukan yang teduh dan tenang sehingga dapat merealisasikan misi kesejahteraan
yang berkeadilan, yakni rahmatan lil alamin bagi semua kalangan. Keadaan yang
demikian memberikan suasana nyaman bagi semua pihak, seperti orang-orang
Babylonia yang akan ditinggal kaum muslimin setelah sekian lama mereka hidup
bersama. Mereka datangi Khalid bin Walid agar memperpanjang waktu tinggalnya di
sana.
Tentu kita tahu bahwa kesejahteraan itu tidak akan muncul secara tiba-tiba. Kesejahteraan merupakan proses panjang yang di lalui dan akhirnya akan berpulang pada kerja untuk mewujudkannya. Kesejahteraan itu tidak datang begitu saja, melainkan datangnya karena kesungguhan dan kekuatan jiwa. untuk kesuksesan serta kesejahteraan berjuang untuk mewujudkan cita-citanya dan membela keimanannya
Adil, amanah dan
kejujuran merupakan implementasi dari nilai-nilai luhur Ke-Imanan, Ke-Amana dan
Ke-Sejahteraan, Bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut mencirikan
bangsa yang MAKMUR.
Toboleu, 8 Juni 2020

Semakin tajam analisis tulisan tuan Dr.
BalasHapusMksh..., semua itu karena mengikuti petunjuk dari Senior...
Hapus