Pasar merupakan tempat jual-beli, tempat berkumpul antara penjual dan pembeli untuk saling memilah dan memilih kebutuhan belanjanya, baik pasar modern maupun pasar tradisional. Pasar juga termasuk tempat silaturrahim para penjual dan pembeli, silaturrahim (negosiasi tawar-menawar) yang terjadi dalam ijab dan qabul sebagai kesepakatan jual beli.
Dengan adanya Peraturan Presiden Republik Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern mendefinisikan pasar adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi jual beli barang atau jasa. Pasar merupakan area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya.
Dalam pengertian sederhana, pemerintah Kota Ternate mengambil langkah-langkah keberpihakan ekonomi Islam untuk masyarakat Kota Ternate, dalam merealisasikan Peraturan Presiden Republik Nomor 112 Tahun 2007 tersebut. pasar adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi jual beli barang atau jasa. Pasar merupakan tempat berkumpul para penjual yang menawarkan barang ataupun jasa kepada pembeli yang mempunyai keinginan dan kemampuan untuk memiliki barang dan jasa tersebut hingga terjadinya kesepakatan transaksi atau transfer atas kepemilikan barang atau kenikmatan jasa.
Wabah COVID-19 yang akhir-akhir ini melanda
Kota Ternate pada khususnya, dan bangsa Indonesia pada umumnya, membuat seluruh
sektor Ekonomi lesu bahkan minus. Hal ini dapat menguras sumber-sumber ekonomi
di semua lini, baik di pasar tradisional dan pasar modern. Pasar modern adalah
pasar yang bersifat modern dimana barang-barang diperjual belikan dengan harga
pas dan dengan layanan sendiri. Tempat berlangsungnya pasar ini adalah di mal,
plaza, dan tempat-tempat modern lainnya. Tidak banyak berbeda dari pasar
tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransaksi
secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam
barang (barcode), berada dalam pelayanannya yang dilakukan secara mandiri
(swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga.
Pasar tradisional di Kota Ternate merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah-buahan, sayur-sayuran, telur, daging, pakaian, barang elektronik, jasa dan lain-lain. Jual beli merupakan salah satu mu’amalat tukar menukar barang atau sesuatunya yang memberikan manfaat dengan cara yang di tentukan. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang lainnya. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan, biasanya terletak dekat kawasan perkampungan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar.
Pasar modern di Kota Ternate bermula dari
Supermarket dan Department Store, swalayan dan hyper market, dan mini market.
Sejalan dengan perkembangan kebutuhan dan pola hidup masyarakat yang semakin
menginginkan kenyamanan belanja, kepastian harga, dan keanekaragaman barang
kebutuhan dalam satu toko, pelanggan menuntut pengusaha ritel dan toko untuk
meningkatkan baik secara pengelolaan, penampilan toko, maupun cara pelayanan.
Oleh karena itu, belakangan dikenal ritel modern dengan cara pengelolaan secara
professional untuk jaringan toko mencakup department store dan super market.
Ekonomi di Kota Ternate pada prinsipnya mendukung kegiatan
pasar dalam ekonomi Islam, dengan didirikannya Bank BPRS Bahari Berkesan Kota
Ternate sebagai tindak lanjut keseriusan
pada nilai ekonomi syariah yang merupakan Interaksi manusia dalam kegiatan
ekonomi terjadi di pasar. Etika belanja di pasar pada ekonomi Islam menetapkan
nilai-nilai moral bagi para pelaku pasar, yang meliputi permainan yang adil,
kejujuran, transparansi, dan keadilan. Pasar pada umumnya dibagi menjadi dua
kategori: pasar tradisional dan pasar modern.
Pasar tradisional modern yang dibangun oleh Pemerintah
Kota Ternate merupakan tindaklanjut untuk mrealisasikan manajemen ekonomi Islam.
Ada tawar-menawar dan pembayaran dilakukan menggunakan uang tunai. Pasar
tradisional biasanya lebih unik karena ada kegiatan tawar-menawar dalam
transaksi sehingga perilaku pedagang dari perspektif etika bisnis Islam dapat
diamati. Niat melakukan bisnis yang sesuai dengan etika bisnis Islam yang
mencakup faktor-faktor motivasi yang menunjukkan betapa sulitnya. Agar dapa
mengetahui perilaku pelaku pasar, cara pada transakti maupun interaksi
perdagangan dapat diukur nilai moral para pelaku bisnis di pasar tersebut
sesuai dengan etika bisnis Islam atau tidak.
Bila dibandingkan dengan ekonomi kapitalis atau komunis, ekonomi Islam (Mission Illahiyah) sangat menentang monopoli sumber daya oleh segelintir manusia dan sekaligus menentang sistem ekonomi yang seluruhnya dibawah komando pemerintah sehingga rakyat individu tidak memiliki yang mereka hasilkan sendiri (Suhara 2015).
Kita dapat melihat para pelaku
bisnis di pasar tradisional dan pasar modern di Kota Ternate, ada terdapat beberapa
pertimbangan berkaitan dengan untung rugi, sebagai perbandingan kedua pasar
tersebut, yaitu :
1.
Dari segi harga barang di pasar tradisional dan pasar modern memiliki perbedaan harga
yang cukup signifikan. Pasar tradisional biasanya harga barang lebih kecil dan murah
dari harga pada barang yang sama yang ada di pasar modern yang di jual di
supermarket, seperti bahan-bahan pokok untuk produk-produk segar, sayur-mayur
serta bumbu-bumbu dapur seperti bawang merah, bawang putih, jahe, lengkuas,
merica, cabai merah, cabai rawit, dan lain sebagainya.
2.
Pembeli dan penjual yang ada di pasar tradisional,
memungkinkan adanya proses tawar menawar harga barang, penawar bias dapat
memporoleh barang dengan harga yang murah sesuai kesepakatan dengan penjual.
Tetapi proses jual beli yang terjadi di pasar modern, tidak mungkin pembeli dan
penjual dapat melakukan proses tawar menawar karena semua barang telah di tetapkan harganya.
3. Di
pasar tradisional sering terjadi proses jual beli tidak adanya diskon harga
barang, tetapi sering terjadi yang dilakukan pedagang memberikan tambahan
barang belanja sebagai harga sosial. Di pasar modern, sejumlah supermarket memberikan diskon harga
barang, memberikan berbagai penawaran yang menggiurkan, perlu diperhatikan
apakah hal tersebut merupakan rayuan terselubung (gimmick) agar pembeli bersikap lebih konsumtif,
untuk berbelanja di supermarket dan tergoda membeli barang-barang tersebut.
4.
Pada kenyamanan berbelanja, pasar tradisional menempati area yang lebih
sempit, sumpek, sesak, dan sering menguarkan bau kurang sedap bahkan tidak
merasa nyaman. Sedangkan untuk berbelanja di pasar modern memang jauh lebih
nyaman ketimbang berbelanja di pasar tradisional. Berbagai supermarket memiliki
area yang lebih luas, bersih, rapi, dan dilengkapi dengan pendingin ruangan.
5. Dari
segi kesegaran produk, produk-produk
segar seperti daging, ikan, sayur-mayur, telur, dan lain sebagainya, pasar
tradisional biasanya menyajikan produk yang jauh lebih segar ketimbang
supermarket, karena belum ditambahkan zat pengawet. Logikanya, pedagang di
pasar tradisional memiliki dana yang cukup terbatas sehingga hanya mampu
membeli pasokan barang dengan jumlah tidak terlalu banyak. Dengan demikian,
produk-produk yang dijual pun lebih terjaga kesegarannya.
Pada transaksi jual beli dilarang jual beli
dengan cara paksaan, jika seseorang merasa terpaksa maka jual beli tersebut
menjadi tidak sah. Petunjuk lainnya dilarang praktik jual beli ‘inah (benda),
yaitu menjual barang kepada orang lain dengan pembayaran di belakang, kemudian
orang itu membeli barang itu lagi dari pembeli tadi dengan harga yang lebih
murah, tetapi dengan pembayaran kontan yang diserahkan kepada pembeli. Bahkan
juga dilarang mengambil keuntungan dengan cara menimbun (ihtikar) dan
spekulatif. Ihtikar adalah menimbun barang dengan tujuan agar harganya
suatu saat menjadi naik dan dapat keuntungan besar pun diperoleh. Termasuk
dilarangnya sistem hashah atau jual beli dengan menggunakan undian atau
dengan adu ketangkasan, agar mendapatkan barang sesuai dengan undian yang
didapat.
Transaksi jual beli pada konsepsi Islam
mengenai timbangan dalam perdagangan, diterapkan dengan benar dan adil, jika
terdapat ada yang melakukan penipuan maka telah melakukan kezaliman. Etika
ekonomi Islam ini telah di ajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu tidak boleh
riba dan tidak boleh mengurangi timbangan, itu bisa dilihat dalam Alquran surat
(QS Huud:84-87, Al-An’am: 152 dan Ar Rahman: 9).
Tetapi, fenomena yang sering terjadi pada
dunia perdagangan para pelaku pasar selalu ingin meraih keuntungan
sebanyak-banyaknya, Maka sering terjadi berbagai macam cara yang di lakukan
oleh pelaku pasar untuk memperoleh pendapatan yang maksimal. Maka sering
terjadi penipuan pada kualitas barang dan kuantitasnya, kecurangan yang biasa
terjadi adalah dalam menimbang dan menakar barang, praktik seperti ini telah
menjadi perhatian khusus dalam Alquran, karena telah merampas hak milik orang lain
dan berdampak terhadap ketidakpercayaan pembeli terhadap para pedagang yang curang.
Bila menerapkan paktek perdagangan, baik di
pasar Kota Ternate maupun di pasar yang ada di luar Kota Ternate yang sesuai
dengan prinsip praktik perdagangan Islam, Maka para pelaku pasar sering gundah,
seakan terhalang dan dapat mengalami beberapa kendala, yang sesuai prinsip
Islam, para pelaku pasar tidak siap untuk dihindari, yaitu;
1. Masih
banyak pedagang yang baik dan mempunyai kesadaran moral yang tinggi, namun hati
dan kesadaran moralnya itu sering dibungkam oleh keinginan untuk mendapatkan
keuntungan atau uang dalam waktu singkat daripada memperdulikan praktik
perdagangan sesuai prinsip perdagangan Islam;
2.
Tidak adanya lembaga yang mengawasi jual beli di pasar
tradisional, sehingga menyebabkan pedagang lebih merasa dilindungi oleh
pemerintah daripada konsumen, karena pedagang dianggap oleh pemerintah
mempunyai jasa yang lebih besar dalam menopang pererkonomian negara atau
daerah. Akibatnya, kepentingan mereka lebih diamankan daripada kepentingan
konsumen. Dalam Islam terdapat petugas khusus yang dibentuk mengawasi pasar
yaitu muhtasib. Petugas ini secara khusus dibentuk untuk mengawasi moral
(etika) masyarakat sehingga terciptalah ketertiban dan kesejahteraan umum yang
diharapkan oleh seluruh lapisan masyarakat (Farida 2017);
3.
Kurangnya pemahaman pedagang mengenai praktik
perdagangan sesuai prinsip perdagangan Islam, sehingga dalam kegiatan
perdagangan terkesan mengabaikan prinsip-prinsip perdagangan Islam (Farida
2017);
4.
Kurangnya pengetahuan pembeli mengenai praktik
perdagangan sesuai prinsip perdagangan Islam;
5. Kurang
berperannya ulama, majelis taklim dan mahasiswa dalam memberikan pengetahuan
mengenai praktik perdagangan sesuai prinsip perdagangan Islam kepada pedagang
di pasar tradisional.
Kurangnya kontrol pemerintah terhadap
pedagang di pasar tradisional menambah catatan buruk proses kegiatan transaksi
jual beli di pasar, dan merupakan permasalahan yang paling mendasar dalam dunia
perdagangan. Sehingga akibatnya para pelaku pasar, bebas menetapkan timbangan
yang digunakan, sehingga timbul kezaliman dan ketidakadilan antara pelaku
bisnis dan pembeli. Dalam skala kecil pedagang tradisional mencuri kecil-kecilan
dengan korupsi timbangan, sedangkan dalam skala besar selain mengurangi
timbangan dan takaran, para pedagang mencuri dengan teknik yang lebih modern
seperti penggelembungan anggaran, mark up, dan proyek-proyek fiktif, semuanya
tergolong perilaku tercela yang dinamakan takhfif. (Veithzal Rivai Amiur
Nuruddin, dan Faisar Ananda Arfa, 2012).
Pasar merupakan sarana aktifitas yang dimiliki oleh manusia dalam pertukaran barang dan jasa, untuk menetapkan keseimbangan dan jumlah barang yang diperdagangkan yang di miliki oleh setiap konsumen, produsen dan pemerintah. Pasar merupakan sunnatulah sebagaimana praktik yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dalam penerapan nilai-nilai ekonomi Islam, Nabi tadak mau menetapkan suatu harga pada nilai barang di pasaran. Hal ini berbeda dengan Ibnu Taimiyah yang harus menerapkan distorsi pasar, menetapkan harga barang di pasaran.
Dua hal yang berbeda mengenai harga barang di pasaran yang dilakukan olen Nabi Muhammad SAW dam Ibnu Taimiyah.
Pertama, pandangan yang di lakukan oleh Nabi Muhammad SAW di pahami bahwa; harga-harga yang terjadi di pasaran di akibatkan terjadi karena hukum alam, baik harga tinggi dan rendah (mahal dan murah) tidak ada campur tangan oleh siapapun. Haga di pasaran juga di lakukan oleh sahabat Nabi, Khalifah Umar bin Khattab; beliau menegaskan; “tidak boleh berdagan di pasar kami, kecuali yang paham Fiqh Muamalah”. Inilah merupakan penegasan dari nilai ekonomi Islam bahwa “Anda boleh bergadang di pasar kami, apabila Anda telah memahami akad dan transaksi bisnis yang di ajarkan dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW”. Harga merupakan sunnah tullah, karena masyarakat pada Masa Nabi dan Masa Sahabat adalah orang-orang yang telah memahami nilai-nilai bisnis Islam yang rahmatan lil alamiin, yang tidak memungkinkan untuk mereka berspekulasi pada harga pasaran.
Kedua, pandangan yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah, dipahami bahwa harus ada penetapan intervensi pasar (distorsi pasar oleh pemerintah), karena masyarakat pada masa Ibnu Taimiyah lebih urgen, berbeda dengan masyarakat pada saat masa Nabi SAW. Penetapan harga oleh pemerintah karena banyak pelaku pasar yang nakal, tidak beretika dan bermoral dalam berniaga di pasaran dan perdagangan banyak terjadi moral hazad, misalnya pada masa sekarang banyak terjadi manipulasi harga-harga dan barang dagangan di pasaran, penguasaan harta hanya pada pihak-pihak tertentu, penimbunan barang (BBM dan Sembako), keamanan dan kenyamanan, hukum-keadilan dan lain-lain. Pemerintah berkewajiban untuk menertibkan para pedagang-pedagang nakal yang ada di pasaran, pemerintah dapat memastikan bahwa semua harga yang ada di pasaran dapat terkendali dan terjangkau oleh masyarakat.
Ketegasan ekonomi Islam ini, dari dua kebijakan tersebut tidak saling tumpang tindih, namun kedua kebijakan ini saling menguatkan satu sama lainnya. Kedua kebijakan tersebut sangat rasional bila di bijaksanai oleh otoritas pemerintah untuk di terapkan di berbagai lini sektor, misalnya pada ekonomi dan keuangan, politik dan budaya, hukum dan hankam, dan lain sebagainya. Kebijakan pasar yang sarat dengan nilai-nilai moral, nilai perdagangan dan bisnis dan nilai keberpihakan pada keadilan untuk kemakmuran bersama.
Toboleu, 4 Juli 2020

Mantul Pakde, Toboleu produktif.
BalasHapus