Di saat kegiatan keseharian aktifitas kita, tidak terlepas dari kebutuhan konsumsi, modal maupun
belanja, semua itu membutuhkan suatu alat penukar yaitu “Uang”. Untuk
menindaklanjuti alat penukar ini, perlu dilakukan studi kelayakan investasi. Studi kelayakan
investasi modal uang
merupakan suatu kegiatan yang mempelajari secara
mendalam tentang suatu kegiatan atau usaha bisnis yang akan dijalankan dalam rangka menentukan
layak atau tidak usaha tersebut
dijalankan. Uang, selain sebagai alat penukar dan penukar suatu barang, uang
juga menciptakan banyak kegilaan para penumpuk harta dengan kepuasan tersendiri
bagi setiap pelaku bianis.
Dengan berjalanya waktu sampai pada saat
ini kondisi
bangsa Indonesia makin nampak terjadi kesenjangan ekonomi di Indonesia sudah semakin
terlihat tajam. Nampaknya istilah yang kaya makin kaya, dan yang miskin makin miskin bahkan termiskinkan masih melekat pada kondisi rakyat
Indonesia.
Kemiskinan ini terjadi karena kelemahan perekonomian rakyat, karena sebagian besar sumber
kekayaan Indonesia di kuasai oleh sebagian kecil kelompok konspirasi, yang
ingin untuk menguasai kekayaan Indonesia dari
hulu sampai ke hilir konspirasi terbangun.
Sehingga kekayaan sumber daya yang dimiliki negara dan seharusnya dimanfaatkan
oleh rakyat, terhalang oleh pihak-pihak konspirasi
yang di belakangnya memiliki kepentingan. Sehingga menjadikan pemerintah
diberdayakan oleh pemangku konspirasi kepentingan.
Secara umum, untuk menilai layak atau tidaknya suatu konspirasi investasi baik lembaga keuangan,
swasta maupun pemerintah,
banyak menggunakan konsep time value of money (nilai waktu uang) sebagai bahan
pertimbangan, apakah konspirasi
kesepakatan kepantasan penentuan layak atau tidaknya suatu usaha. Kondisi ini yang membuat para otoritas
pelaku ekonomi memainkan peran dengan pemangku kepentingan untuk memanfaatkan
nilai waktu uang dengan kesempatan otoritas yang dimilikinya, sebagai
kesempatan untuk kepentingannya. Sebaliknya tidak menggunakan nilai otoritas
waktu kesempatan uang yang dimilikinya sebagai nilai kesempatan bersama dengan
kesempatan otoritas yang di milikinya.
Adanya
konspirasi ekonomi ini, otoritas
pemangku kepentingan lebih baik mengutamakan nilai waktu keberpihakan pada
rakyat agar dapat terlihat penonjolan nilai waktu dari
berbagai aspek penilaian,
sebagai kesungguhan peran keberpihakan kepada rakyat meliputi: 1) Aspek hukum yang bertujuan untuk meneliti kelengkapan,
kesempurnaan dan keaslian izin-izin, serta
dokumen-dokumen; 2) Aspek pasar dan pemasaran yang bertujuan untuk meneliti segmen pasar, kemampuan perusahaan
dalam menguasainya, dan menilai
strateginya; 3) Aspek keuangan yang bertujuan untuk menilai perolehan pendapatan dan biaya yang dikeluarkan.
Aspek keuangan (finansial) merupakan aspek
kunci dari suatu studi kelayakan; 4) Aspek teknis/operasional yang bertujuan untuk menentukan lokasi, layout
gedung dan ruangan, serta teknologi yang
digunakan; 5) Aspek manajemen yang bertujuan untuk meneliti kesiapan SDM yang menjalani usaha; 6) Aspek ekonomi
dan sosial yang bertujuan untuk menilai
manfaat usaha terhadap ekonomi dan sosial masyarakat; 7) Aspek dampak lingkungan yang bertujuan untuk
menilai dampak lingkungan yang dapat
ditimbulkan. (
Murdifin Haming & Salim Basalamah, 2010 ; 18-20).
Pada realitasnya, penata pembangunan ekonomi disetiap proses perjalanannya, tidak
berjalan sesuai jalurnya karena selalu ada kegiatan tukang hama.
Tukang hama ini dalam peranan perekonomian sebagai penghancur karena dalam peranan perekonomian selalu di kuasai
oleh pemangku kepentingan dengan dil-dil kekuasaan. Sedangkan dalam nilai uamg,
ekonomi tukang hama ini berlaku dari kalangan bawah
hingga kalangan atas. Kalangan bawah seperti calo yang masih sering berkeliaran
di sekeliling masyarakat Indonesia. Sedangkan kalangan atas seperti pihak
multinasional korporasi yang perlahan-lahan memainkan peranan penting dalam
perekonomian, lupa akan otoritas nilai waktu sosial.
Bila di lihat dalam
ilmu ekonomi konvensional, menggunakan
nilai waktu uang (value
of money), konsep
inilah yang kemudian melahirkan salah satu teori tentang bunga. atau yang disebut para ekonom sebagai positive
time preference menegaskan
bahwa nilai komoditi pada saat ini lebih rendah dibanding nilainya di masa depan. Artinya,
nilai uang di masa kini akan lebih berharga dibandingkan dengan di masa mendatang.
Seiring dengan berjalannya waktu, maka uang
harus ditingkatkan nilai
nominalnya agar nilai riilnya tetap sama. Jadi, uang dapat selalu bertambah dan bertambah
karena berjalannya waktu. Oleh karena itu, konsep ini sangat terkait dengan konsep diskonto.
Pandangan nilai waktu uang yang demikian, membuat para pelaku bisnis untuk
mengumpulkan harta, tanpa melalui usaha yang riil di lapangan. Sedangkan nilai
waktu uang yang sesungguhnya akan bertanbah seiring dengan usaha riil di
lapangan yang di jalankan oleh pelaku usaha.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
diskonto diartikan sebagai
potongan atau bunga yang harus dibayar oleh orang yang menjual wesel atau surat dagang yang diuangkan sebelum
waktunya. Diskonto dalam positive time
preference ini biasanya didasarkan pada tingkat bunga
(interest rate), sehingga bunga berfungsi sebagai
alat ukur dalam penentuan nilai waktu modal dan investasi. (Iggi H. Achsien, 2003: 45).
Pandangan tersebut di atas,
bisa di katakan sebagai konspirasi nilai uang dalam ekonomi, untuk suatu tujuan
yang dapat menguntungkan, tanpa mengindahkan nilai-nilai moral pada nilai
instrintik nilai uang itu sendiri. Olehnya itu, disetiap kepentingan selalu
berpihak pada kekuatan modal maupun kekuatan konspirasi kekuasaan untuk tujuan
penguasaan atas harta kekayaan.
Pandangan dalam ekonomi konvensional
tersebut, dapat dipahami ada dua hal yang
menjadi pondasi konsep time value of money. Pertama, present of inflation (adanya
inflasi), yaitu pihak bank akan meminta
kompensasi untuk hilangnya daya beli uang akibat inflasi.
Oleh sebab itu, pihak bank akan meminta
kompensasi untuk hilangnya daya beli uangnya
akibat inflasi. Kedua, preference present consumption to future consumption.
Pada umumnya present consumption lebih disukai
daripada future consumption. Dengan argumentasi mempertahankan nilai uang meskipun suatu
perekonomian tingkat inflasinya nihil, akan tetapi kenyataannya seseorang lebih menyukai
mengkonsumsi hari ini. Oleh karena itu, seseorang
yang menunda konsumsi ia dapat meminta kompensasi.
Pandangan nilai waktu uang sebagai
kejelasan dikatakan oleh (Muhammad, 2003: 47) bahwa, Pada dasarnya, time
value of money lahir dari adanya ekses (pengadopsian)
kajian biologi dalam bidang kajian ekonomi, di mana
konsep ini muncul karena anggapan bahwa uang disamakan dengan barang yang hidup (sel hidup) yang
dapat menjadi lebih besar
dan berkembang seiring berjalannya waktu. Dalam hal ini dipertegas oleh
(Muhammad Syafi’i Antonio, 2011; 120) bahwa, konsep
time value of money dalam ekonomi konvensional menyatakan bahwa keuntungan sekarang lebih
berharga daripada keuntungan
di masa mendatang. Modal sekarang lebih bernilai daripada
dipinjam dan dikembalikan satu tahun mendatang. Sedangkan
adanya bunga sebagai instrumennya lebih dimaksudkan
sebagai nilai pembayar yang sama terhadap modal yang
dipinjam semula.
Pandangan tersebut di atas memberikan edukasi
kepada kita bahwa, sebagai pelaku ekonomi untuk meraup bunga dapat menggunakan nilai
waktu dari uang, sebagai pandangan yang merupakan suatu pertimbangan yang kritikal dalam keputusan
keuangan dan investasi dalam teori konvensional.
Dari sini dapat di ketahui dalam teori konvensional mengakui bahwa menjalankan bisnis
mengutamakan nilai waktu uang (time value of money) menjadi bagian penting dari suatu bisnis, karena
tujuan dari berbisnis konvensional itu adalah bunga
itu sendiri. Saat ini, bunga yang diperoleh para pelaku bisnis adalah dengan
menerapkan konsep nilai waktu uang dalam
pengelolaannya. Dalam bisnis yang dijalankan para pelaku bisnis jika dana bisnis tersebut didapatkan dari pihak
ketiga seperti bank konvensional,
maka mengutamakan nilai waktu uang menjadi prioritas dari konsep sentral dalam teori keuangan konvensional.
Pandagan konspirasi nina bobo ini yang di alami oleh bangsa kita. Seperti Strategi Playing Victim, yaitu teknik memposisikan diri sebagai korban atau orang yang terluka demi mengelabui musuh dan lingkungan. Taktik tersebut ditulis oleh Sun Tzu, yang berbunyi lukai diri sendiri untuk mendapatkan kepercayaan musuh. Masuk pada jebakan dan jadilah umpan. Berpura-pura terluka akan mengakibatkan dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, musuh akan bersantai sejenak oleh karena dia tidak melihat anda sebagai sebuah ancaman serius. Yang kedua adalah jalan untuk menjilat musuh anda dengan berpura-pura luka oleh sebab musuh merasa aman.” Dengan membuat musuh terkelabui, otomatis kita jadi lebih leluasa untuk menyerang musuh disaat kondisi mereka sedang lalai.
Dalam bahasa iklan “apapun makannya, minumannya adalah teh botol sostro”, demi mengelabui musuh. Sejalan dengan pengambil kebikajan ekonomi yang selalu mengarah pada ekonomi liberal dengan berbagai konspirasi di berbagai lini, baik esekutif, legislatif, yidikatif maupun pengusaha kenyataannya nampak pada dasawarsa terakhir-akhir ini. Konspirasi yang dikatakan oleh Sun Tzu tersebut, sebagai teknik Strategi Playing Victim nampak jelas tepat pada posisi yang di alami oleh ekonomi bangsa kita untuk mengahadirkan uang. Dininabobokan ekonomi bangsa kita dengan berbagai bonus dan promasi uang sebagai fasilitas untuk memfasilitasi, yang tidak di sadari bangsa kita telah terikat dengan belanja hutang, dengan fondasi yang dilihatnya kuat tetapi pada dasarnya pembangunan bangsa kita dibangun dengan fondasi yang koropos, yang menunggu waktunya ambruk. Kebanyakan pemangku kepentingan bangsa kita tidak menyadari atau sengaja membiarkan, ekonomi New-Lib (kapitalis dan komunis) bukanlah suatu ancaman, padahal ekonomi New-Lib (kapitalis dan komunis) telah nampak sandiwaranya sebagai dewa penolong perdagangan, yang saatnya tiba bangsa kita diperas dan tersandra kepentingan perdagangan, dengan kepura-puraan lalainya pemangku kepentingan.
Menurut Al-Gazali, perdagangan dinar dengan dinar ibarat
memenjarakan uang sehingga uang tidak dapat menjalankan fungsinya. Makin banyak
uang yang diperdagangkan, makin sedikt yang dapat berfungsi sebagai alat tukar.
Bila semua uang yang ada dipergunakan untuk membeli uang, tidak ada lagi uang
yang dapat berfungsi sebagai alat tukar (Ihya, 4: 192).
Bila uang dijadikannya sebagai komoditi, maka dapat menimbulkan dampak buruk dalam perekonomian secara
global, sebagaimana yang dapat dirasakan pada saat ini. Namun sebaliknya,
dapampak tersebut sudah diingatkan oleh Ibnu Taimiyah yang lahir di Zaman
pemerintahan Bani Mamluk tahun 1263 silam. Ibnu Taimiyah dalam kitabnya “Mazmu’ Fatwa Syaikhul Islam”
menyampaikan lima butir peringatan penting, bila uang dijadikan
sebagai komoditi, yaitu:
1. Perdagangan uang akan memicu inflasi;
2. Hilangnya kepercayaan orang terhadap
stabilitas nilai mata uang akan mengurungkan niat orang untuk melakukan kontrak jangka
panjang, dan menjalimi golongan masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti
pegawai/karyawan;
3. Perdagangan dalam negeri akan menurun
karena kekhawatiran stabilitas nilai uang;
4. Perdagangan internasional akan menurun;
5. Logam berharga (emas dan perak) yang
sebelumnya menjadi nilai instrinstik mata uang yang akan mengalir keluar
negeri.
Dari pandangan uang sebagai komuditi tersebut, dapat dimaknai bahwa, konspirasi maupun spekulasi perdagangan uang adalah salah satu aktivitas yang lebih banyak mudaratnya dari pada manfatnya. Untuk itu, agar dapat menjaga nilai uang, marilah kita kembali kepada fungsi uang yang sebenarnya yang di jalankan dalam konsep Islam, yakni sebagai alat pertukaran dan satuan nilai, bukan sebagai satu komoditi, dan menyadari bahwa sesunggunya uang itu hanyalah sebagai perantara untuk di jadikan suatu barang yang lain.
Difahami bahwa time value of money tersebut bukanlah teori ekonomi, dalam teori ekonomi ada sesuatu yang mengecil dan menjadi besar, yang disebabkan oleh upaya-upaya. Jadi di dalam ilmu ekonomi dapat muncul risk-return profile. Dengan demikian, berkurang dan bertambahnya jumlah nilai uang bagi seseorang, jika diupayakan secara wajar adalah sesuatu yang normal.
Kejelasan tersebut terlihat nampak dalam konsep ekonomi Islam, uang tidak disamakan dengan barang yang hidup, beda dengan konsep ekonomi konvensional (time value of money). Di dalam ekonomi Islam, ada ajaran yang kuat tentang nilai waktu (QS. Al-Ashr: 1-3). Perbedaan nilai waktu tersebut adalah tergantung pada bagaimana seseorang memanfaatkan waktunya. Semakin efektif dan efesien, maka akan semakin tinggi nilai waktunya.
Toboleu, 14 Juli 2020

Komentar
Posting Komentar