Langsung ke konten utama

PEMEKARAN

 

 

Kebijakan otonomi daerah di indonesia bukan tanpa alasan. Salah satu alasan untuk mendukung otonomi daerah karena, otonomi daerah akan bermanfaat bagi pertumbuhan demokrasi baik ditingkat pusat maupun di daerah. Meskipun demikian baik alasan perlunya otonomi daerah, namun dalam pelaksanaannya terdapat berbagai permasalahan yang cukup kompleks yang memerlukan penanganan serius bagi pemerintah daerah.

Permasalahan seperti pelayanan publik, infrastruktur, keuangan, sumberdaya manusia, dan perekonomian merupakan fenomena umum yang sering nampak kepermukaan. Berpijak dari problem tersebut, maka muncul berbagai problem yang timbul dari akar daerah otomoni pemekaran daerah baru.

Ketersediaan peluang regulasi bagi pemekaran daerah otonom, atau pembentukan daerah otonom baru, sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia. Sejak sistem pemerintahan sentralistis pada masa Orde Baru, pemerintah juga telah banyak melakukan pembentukan daerah otonom baru. Kecamatan-kecamatan yang semakin kuat karakter urban-nya kemudian dijadikan Kota Administratif, sebuah unit pemerintahan wilayah dekonsentratif (field administration). Selanjutnya bila karakter tersebut telah semakin menguat, daerah tersebut dijadikan Kota Madya yang setingkat dengan Pemerintahan Kabupaten. Di luar itu juga dimungkinkan pembentukan pemerintah kabupaten ataupun provinsi baru.

Seiring dengan pemberlakuaan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, desakan untuk membentuk daerah otonom baru (pemekaran daerah) semakin terbuka lebar. Hal ini merupakan konsekuensi dari asas desentralisasi yang dianut Indonesia yang sebagian kewenangan diserahkan ke daerah untuk mengurusnya sendiri.

Dalam peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2016 tentang pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Rencana kerja pemerintah (RKP) dimaksudkan sebagai pedoman bagi kementerian/lembaga dalam penyusunan rencana kerja (Renja) dan merupakan pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun RKP daerah (RKPD). RKP juga digunakan sebagai pedoman penyusunan rencana Undang-undang anggaran pendapatan belanja negara (RUU APBN, dan RKPD sebagai pedoman penyusunan rancangan peraturan daerah anggaran pendapatan belanja daerah (APBD).

Berdasarkan aturan di atas, RKP tahun adalah “memacu pembangunan infrastruktur dan ekonomi untuk meningkatkan kesempatan kerja serta mengurangi kemiskinan dan kesenjangan antar wilayah”.

Pada Undang-undang nomor 31 tahun 2016 tentang RKP tersebut, maka sasaran pembangunan adalah:

ü Pertumbuhan ekonomi sebesar 7,1 persen;

ü Pengangguran sebesar 5,0 persen sampai dengan 5,3 persen;

ü Angka kemiskinan sebesar 8,5 persen sampai dengan 9,5 persen;

ü Gini Ratio (Indeks) sebesar 0,38 persen;

ü Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 75,7 persen.

Dari gambaran tersebut, dapat di gambarkan polarisasi kepantasan suatu wilayah bahwa, jika memang pertumbuhan ekonomi terus berlangsung dan pantas memenuhi pembiayaan suatu wilayah baru, hal ini semestinya butuh pertimbangan perencanaan yang matang, agar tidak terjadi defisit, karena Kabupaten/wilyah Pemekaran Baru biasanya sering dimanjakan dengan pembiayaan belanja hutang. Untuk itu perlu pandangan yang jernih dalam menyikapi adanya indikasi pembiayaan belanja devisit yang dapat menambah pengangguran dan kemiskinan yang terus melebar, sekalipun ekonomi di sekalipun aset di wilayah tersebut terus tumbuh. Kualitas pertumbuhan ekonomi pemerintah di pada suatu wilayah Pemekaran Baru berindikasi terjadinya kesenjangan sosial, bila hal ini tidak dibenahi secara arif dapat menghambat kemakmuran rakyat.

Bisa dapat dikatakan bahwa; Pada anggaran pembiayaan pemekaran suatu daerah/wilayah baru, pada saat penyusunan anggaran perencanaan pembiayaan daerah Pemekaran memperhatikan pos-pos anggaran pembiayaan yang dibiayai, dengan memperhatikan pos pembiayaan dapat memanilisir terjadinya devisit, anggaran pembiayaan disusun berdasarkan prioritas kebutuhan daerah wilayah Pemekaran Baru, dan menghindari kebutuhan berdasarkan keingingan. Kalau tidak melakukan yang demikian, dan karena hanya sebatas semangat emosi pembangunan wilayah, Hal ini dipastikan ada indikasi bahawa realisasi anggaran keuangan dari setiap wilayah/daerah pembentukan Pemekaran Baru yang di anggarkan berdasarkan keinginan, karena setiap anggaran yang disediakan tergantung, bukan pada seberapa cepat wilayah/daerah pembentukan Pemekaran Baru menjalankan program pemerintah. Yang menjadi alasan; setiap wilayah/daerah pembentukan Pemekaran Baru pasti mempunyai program dalam kebutuhan anggaran untuk menjalankan program pemerintah.

Berpijak pada gambaran pembentukan suatu wilayah Pemekaran Baru tersebut, bisa kita beranggapan bahwa; sasaran pemecahan permasalahan manajemen keuangan di setiap wilayah pembentukan Pemekaran Baru seperti kemiskinan adalah kemiskinan yang menimpa individu bukan kemiskinan yang menimpa daerah atau wilayah, dengan anggapan wilayah Pemekaran Baru kekayaan alamnya berlimpah. Dengan terpecahkannya masalah kemiskinan yang menimpa individu dan terdistribusikannya kekayaan daerah maupun nasional secara adil dan merata, maka hal itu dapat mendorong mobilitas kerja warga masyarakat sehingga dengan sendirinya dapat meningkatkan kekayaan daerah dan kekayaan nasional.

Pandangan argumen tersebut dipahami bahwa; masalah yang dihadapi nanti pada pembentukan Wilayah Pemekaran Baru ternyata bukan semata-mata pada besaran (sekian persen) tingkat pertumbuhan ekonomi tahunan nanti, melainkan lebih pada kualitas manajemen keuangan pertumbuhan ekonomi itu pada pembentukan Wilayah Pemekaran Baru. Kelemahan yang demikian, bukan hanya perekonomian pembentukan Wilayah Pemekaran Baru yang dapat lemah, tetapi juga bidang-bidang lainnya mulai dari sosial politik, hingga budaya. Bila semua ini terjadi, maka memambah beban wilayah Induk pada Otonom Daerah Pemekaran.

Bila nanti terlaksananya wilayah baru atau Pembentukan Daerah Administratif Baru, Kita harus bijak dalam menyikapi secara seksama terkait dengan pembahasan manajemen keuangan pembiayaan, kompromi dapat menghasilkan alternatif tawaran, antara lain pemindahan lokasi kegiatan/wilayah Pemekaran Baru, pengurangan dan penghapusan suatu kegiatan dan menggantinya dengan kegiatan baru serta dapat juga berupa persetujuan untuk merevisi volume pekerjaan.

Banyak pilihan yang dapat di ambil sesuai degan nilai kultur suatu wilayah yang mempengaruhi pemerintah Daerah Otonom/Induk dalam perumusan kebijakan manajemen keuangan publik, yaitu :

Ø Nilai-nilai politik, yaitu keputusan dibuat atas dasar bukan kepentingan politik dari parpol atau kelompok kepentingan tertentu di wilayah daerah Pemekaran Baru.

Ø Nilai-nilai Organisasi, dalam hal ini keputusan-keputusan manajemen keuangan daerah pada wilayah Pemekaran Baru dibuat atas nuilai-nilai yang dianut organisasi, seperti balas jasa (rewards) dan sanksi yang dapat mempengaruhi anggota organisasi untuk menerima dan melaksanakannya.

Ø Nilai-nilai pribadi, yaitu sering kali keputusan manajemen keuangan daerah Pemekaran Baru dibuat atas dasar nilai-nilai pribadi yang dibuat oleh pribadi pembuat keputusan untuk mempertahankan statusquo, reputasi, kekayaan, dan sebagainya.

Ø Nilai-nilai Kebijakan, dalam hal ini keputusan manajemen keuangan daerah Wilayah Pemekaran Baru dibuat atas dasar persepsi pembuat kebijakan, yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan. Termasuk dalam kategori ini adalah nilai moral, keadilan, kemerdekaan, kebebasan, kebersamaan, dan lainnya.

Ø Nilai Ideologi, nilai ideologi seperti budaya lokal, adat istiadat, nilai moral keagamaan dan nilai nasionalisme dapat menjadi landasan pembuatan kebijakan manajemen keuangan pada keuangan daerah di wilayah Pemekaran Baru, baik kebijakan daerah maupun  kebijakan nasional.

Perjuangan Pemekaran merupakan gagasan setiap generasi bangsa yang dicita-citakan, tetapi masalah yang dihadapi Daerah Pemekaran Baru yaitu manajemen keuangannya. Khususnya keuangan daerah Pemekaran Baru, dapat dikembangkan pada priode-priode akan datang. Hal ini, dimaksudkan untuk penataan pembiayaan anggaran daerah-daerah Pemekaran Baru terkait dengan kondisi konteks pengembangan daerah untuk memperbaharui APBD dapat didukung dengan peraturan daerah, untuk itu, peraturan pemerintah daerah sesuai dengan pemenuhan nilai-nilai dasar kemanusiaan kebutuhan dalam penganggaran.

Gagasan pengembangan Pemekaran Daerah Baru dapat memperhatikan kelanjutan tentang manajemen keuangan pembiayaan daerah Pemekaran Baru ke depan dalam penysusunan APBD wilayah baru dari perkembangan yang terjadi selama pelaksanaan otonomi daerah, sistem dan nilai-nilai APBD telah mengalami perubahan pembiayaan pada daerah yang terukur baik kinerja maupun jumlah kebutuhannya.

 

Toboleu, 9 Juni 2020

 


Komentar

  1. Semakin mendalam pengamatan pak Doktor. Sebenarnya ada contoh di tetangga Bapak, kabupaten Taliabu. Faktanya masih baru, datanya masih segar, perlu refleksi pakar .

    BalasHapus
  2. Iya benar babgat, mungkin itulah semangat demokrasi...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SANDIWARA HUKUM

Belakangan ini penanganan kasus-kasus besar Negara sepertinya jalan di tempat, kami rakyat bisa timbul persepsi beragam pada Penegakan Hukum oleh Negara. Seperti Kasus Nurhadi dan Harun Masiku, bila dibandingkan dgn kasus Ruslan Buton. Satu pihak merugikan Rakyat dan Negara, dan satu pihaknya lagi membela Rakyat dan Negara, kelihatannya seperti permainan dlm sinetron, penontonnya penasaran dan juga dpt menebak Lakon alur Cerita Adegan. Bisa di katakan mencederai Ke-Adilan di hati Rakyat. Adegan demi adegan dimainkan sesuai komsep Sutradara, lakon cerita Mereka sama-sama berada di Bumi yg Sama yg satu bisa di TEROPONG dan yg Satunya lagi Tdk bisa DiTERAWANG, padahal di katakan "di bumi mana Anda berpijak - Bumi itu harus di junjung" Apakah ini yg di namakan ke-Adilan atau Peradilan Semu...., disisi lain ada yang merasa kebal dengan Hukum dan tidak bisa hukum menyentuhnya, di lain Pihak sangat sigap dan cepat terjerat dgn Hukum, hanya sekedar membela Prinsip Etika Pembenaran ya...

SELAMAT DATANG

Pesta Rakyat Anak Negeri Pilkada 2020

Pelaksanaan Pilkada secara langsung dipilih oleh rakyat telah dimulai pada tahun 2005. Melalui UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, mekanisme pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD yang dianut UU No.22 Tahun 1999 diubah secara drastis menjadi pemilihan secara langsung oleh rakyat. Sepuluh tahun kemudian yakni pada 2015, penyelenggaraan Pilkada langsung secara serentak pertama kalinya berlangsung di 269 wilayah yang mencakup 9 Provinsi, 224 Kab dan 36 Kota di Indonesia. Umat (rakyat mutiara), gunakan hak-hak politikmu untuk menentukan pilihan di pesta rakyat nanti, jangan biarkan hak-hak politikmu dikebiri dan digiring pada partai politk yang berkepentingan untuk menggemukkan kantong mereka. Rakyat mutiara, cerdaslah sebagai pemilih dalam menentukan pilihan, rakyat mutiara yang mempunyai lahan negeri yang dapat menentukan di musim hujan maupun di musim kemarau, sudah mempunyai koleksi bibit yang tepat untuk ditanami di musim tersebut, pilihlah bibit unggul yang tepat untuk d...