Di mata publik KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi) adalah sebuah Lembaga yang di bentuk oleh
Presiden sebagai tindaklanjut penegakan hukum, dari penegakan hukum yang dilakukan
pihak Kejaksaan dan pihak Kepolisian yang di anggap “Tidak Tegas” di mata Pemerintahan dan mata public, untuk memberantas kasus korupsi bahwa
penegakan hukum di kedua Lembaga hukum tersebut tidak berjalan sebagaimana
mestinya di mata keadilan publik. KPK sebagai Extra Ordenirik Craikc. Awal muala
“Asbabun Nuzul” KPK sebagai Lebaga Penegakan Hukum yang hadirnya sebagai lembaga
hukum Komisi Pemberantasan Korupsi, adalah langkah bijak Presiden untuk
penanganan kasus-kasus Korupsi.
Dari langkah-langkan
penegakan hukum KPK sebagai lembaga Independen, merupakan alat bagi Presiden
untuk memperkuat Penegakan hukum yang Independensi pada setiap lembaga baik Pemerintah
maupun Swasta. Independensi bagi Presiden, sebagai pimpinan Tinggi Negara untuk
penegakan hukum di terapkan, menegakkan hukum yang tidak boleh ada intervensi atau
titipan dari pihak manapun.
Independensi KPK
diperkuat Imunitasnya oleh Presiden dosis Imun di tingkaltkan, menambah
dosisnya, bukan untuk mengurangi Imunnya dan memperkecil dosisnya. Andai ini
yang terjadi, persepsi yang timbul di mata publik bahwa Presiden sadar atau
tidak sadar telah membatalkannya sendiri marwah dari Konsep awal KPK yang di
sepakati bersama, menghilangkan fungsi utama dari KPK berarti Presiden telah diperetelinya
hukum dan dirinya sendiri.
Dari segi penegakan hukum
Kepolisian dan Kejaksaan telah menunjukkan Gigi keadilan hukum, dimata Kejaksaan
keputusan hukum yang berkeadilan telah di tunjukkan, kebenaran adanya. Dimata
publik keputusan Kejaksaan yang berkeadilan itu tidak mencerminkan keputusan
hukum dan norma bangsa Indonesia yang terindikasi banyak biasnya. Dimata Novel
Baswedan Keputusan Kejaksaan yang adil itu, dinilai Aneh dan Janggal krena
kasus penganiayaan ini dengan level tertinggi, penegakan hukum oleh Kejaksaan
Compang Camping yang berbahaya sekali.
Keputusan hukum pihak Kejaksaan pada penatapan hukum dalam keputusan hukum
kasus Novel Baswedan inilah menimbulkan beragam persepsi. Di mata publik, bahwa
keadilan yang sejatinya telah sirnah, bahkan terindikasi sarat kepentingan dan
intervensi para pihak. Marwah Kejaksaan yang selama ini dijunjung tinggi di mata
publik, seakan telah buram dan Pihak Kejaksaan yang telah memburamkan matanya
sendiri, mamaksa mata publik untuk melihat rabunnya mata yang diperlihatkan
oleh pihak Penegakan Hukum.
Hal menarik, Pemerintah melalui Menkopolhukam mulai bersikap kritis pada PKI dan Komunisme, Trisila dan Ekasila yang menjadi muatan utama RUU HIP. Mata publik melihat femonena menarik berkaitan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), Mata publik juga menyoroti PDIP menjadi penyebab utama lahirnya RUU HIP tersebut. PDIP merupakan pertai besar pemenang pemilu, menempati urutan pertama, di antara partai-partai yang lain. Dengan sadar atau tidak sadar, apakah oknum atau secara kolektif yang membawa nama Partai dalam pengusulan RUU HIP yang banyak mengandung reaksi keras dan protes masyarakat dan umat. Dimata publik, apakah ada sanksi HUKUM pada perancang/pencetus RUU HIP yang membuat semua mata publik GERAM, atau sebaliknya dipelintir sebagai lelucon HOAKS, mata publik menunggu langkah-langkah dari Penegak Hukum Tertinggi di bangsa ini atas jawaban yang sebenarnya.....? Jawaban yang di tunggu bukan jawaban seperti jawaban di peradilan Mata Novel Baswedan.
Mahfud MD, mulai menunjukkan
sinyal sikap Pemerintah
yang akan berupaya agar Tap MPRS No. XXV tahun 1966 masuk sebagai konsideran
RUU HIP. Dan juga konsederan nilai
Pancasila, Trisila, dan
Ekasila yang di usung Pihak Baleg dapat dimasalahkan bahkan ditolak.
Mata Publik melihat dalam RUU HIP sebagaimana signal yang di sampaikan oleh bapak Mahfud MD merupakan langkah untuk meredam aksi mata publik, kesengajaan ini terlihat kegaduhan dan kesngajaan yang dilempar kemata publik. Hal ini bila dibalik dilakukan oleh sekelompok oranga atau Organisasi tertentu, apakah ada langkah Hukum untuk menjeratnya.....? Kalau ada, bagaimana dengan yang melakukan Konseptor RUU HIP ini....? Mata Publik gelisah dan resah kegaduhan ini dibiarkan, untuk siapa dan kepada siapa Bangsa ini....
Mata publik melihat dan mencium ketangkasan permainan “pihak baleg/oknum” yang mengambil
manfaat dalam
memanfaatkan kekuatan partai koalisi mayoritas di Parlemen. Dengan meleburnya koalisi menindaklanjuti
hasil baleg untuk mengokohkan Idiogogi Pancasila yang mata publik melihat
adanya indikasi. Jika itu benar, maka pemerintah serius untuk menolaknya, bila langkah
Pemerintah menolak maka
masalah beratnya ada pada partai pengusung yaitu PDIP. Menarik dilihat
oleh mata publik, partai pengusung dapat menerima atau tidak adanya penolakan
ribuan mata publik, sea-akan tidak adanya pembelaan pada yang membelot.
Pancasila bukan milik
satu golongan. Melainkan titik temu atas semua nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat. Karena itu Pancasila disebut sebagai Filosofiche Groundslaag,
atau Staat Fundamental Norm.
Ketika umat Islam sedang
berjuang mewujudkan Pancasila dalam kata dan perbuatan, muncullah RUU HIP. Oleh
karena itu, tidak mungkin orang yang Cinta NKRI dan orang yang menjunjung tinggi Pancasila, mau melakukan pencemaran terhadap
Pancasila. Apalagi menghina Pancasila dengan cara-cara licik seperti itu.
Mata publik melihatnya tidak
mungkin melakukan demikian pada Pancasila bagi insan yang
ber-Iman. Sikap ini, mata publik dengan jelas melihat tidak dimasukkan RUU HIP,
dengan sengaja tau tidak sengaja Konsederan Ketetapan MPRS Nomor XXVI/MPRS/1966 tentang Larangan PKI dan
Mengembangkan Ajaran Leninisme, Marxisme dan Komunisme di Indonesia. Yang
di dalam batatang tubuh Pancasila termaktub; Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia dan Kerakyatan Yang Dimpimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaran Perwakilan serta Keadilan Sosial Bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Dengan adanya ketegasan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan segenap komponen
bangsa dalam maklumat
Nomor Kep-1240/DP-MUI/VI/2020 menyikapi RUU HIP yang akan segera dibahas DPR.
MUI mencurigai konseptor RUU HIP ini adalah oknum-oknum yang ingin
membangkitkan kembali paham dan Partai Komunis Indonesia.
Bila segenap mata publik jujur dengan Kesepakatan Tap MPRS No. XXV tahun 1966 yang
telah disepakati bersama segenap komponen bangsa, bepegang teguhlah pada
Pancasila sebagai pemersatu yang mejemuk. Kesepakatan janganlah di ingkari,
bila kesepakan di ingkari oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan
adanya penyebab RUU HIP, kebanyakan prediksi mengatakan 2030 balik kanan hormat
NKRI BUBAR.
Toboleu, 15 Juni 2020

Komentar
Posting Komentar